Selasa, 08 September 2015

Sahkah Pekawinan Anda?

Posted by Unknown  |  at  22.28

Pasal 4 Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) jo. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan :
Pasal 4 KHI:
“Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut Hukum Islam sesuai dengan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.”
Pasal 2 UU Perkawinan:
(1)      Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
(2)      Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Hal ini berarti, perkawinan Anda sah apabila telah dilakukan menurut Hukum Islam (menurut hukum agama dan kepercayaan yang sama dari pasangan calon suami istri). Selain itu, pasangan suami istri tersebut, berdasarkan Pasal 2 ayat (2) UU Perkawinan, mempunyai kewajiban mencatatkan perkawinannya ke KUA (pegawai Pencatat Nikah) dan mendapatkan buku nikah sebagai bukti pencatatan perkawinan.
Bahwa sepanjang belum ada kata talak dari suami kepada Saudari, tentunya Saudari masih merupakan istri sah dari suami Saudari.
Tidak adanya legalitas berupa buku nikah sebagai bukti diakuinya pernikahan Saudari oleh Negara dikarenakan menikah siri, memang akan berdampak pada permasalahan status perkawinan dan bagaimana untuk memproses perceraian bila salah satu pihak tidak menginginkan bersama lagi sebagai suami istri. Untuk itu kami menyarankan agar Saudari mengajukan itsbat nikah ke Pengadilan Agama di wilayah tempat tinggal Saudari. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 7 KHI:
Pasal 7 KHI:
(1)Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah.
(2)Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akat Nikah, dapat diajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama.
(3)Itsbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan:
(a) Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian;
(b) Hilangnya Akta Nikah;
(c) Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan;
(d) Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-undang No.1 Tahun 1974 dan;
(e) Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974;
(4)      Yang berhak mengajukan permohonan itsbat nikah ialah suami atau isteri, anak-anak mereka, wali nikah dan pihak yang berkepentingan dengan perkawinan itu.

Pasca itsbat nikah dan mengajukan gugatan cerai, Pengadilan Agama setempat akan memberikan kepada Saudari akta cerai, sebagai bentuk telah putusnya perkawinan karena putusan hakim.


About the Author

Write admin description here..

0 komentar:

back to top