Jumat, 16 Oktober 2015

Posted by Unknown  |  at  10.29

PENGANTAR HUKUM KEWARISAN DALAM ISLAM

1.           Pengertian dan Istilahnya
Waris adalah berbagai aturan tentang perpindahan hak milik seseorang yang telah meninggal dunia kepada ahli warisnya (Wirjono Prodjodikoro, 1991: 13). Dalam istilah lain, waris disebut juga dengan fara’idh yang artinyabagian tertentu yang dibagi menurut agama Islam kepada semua hak yang menerimanya (Moh. Rifa’i, Zuhri, dan Solomo, 1978: 242).
Dari pengertian diatas diperkuat oleh salah satu hadis Nabi SAW., yaitu:
اِنَّ اللهَ قَدْ اَعْطَى كُلَّ ذِ يْ حَقٍ حَقَّهُ فَلَا وَصِيَّةَ لِوَارِثٍ . (روه اً حمد واً بوداودوالترمذى وابن ما جه )
“Sesungguhya allah SWT. telah memberi kepada orang yang berhak atas haknya. Ketahuilah! Tidak ada wasiat kepada ahli waris. (H.R. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah)”.

Hasil gambar untuk warisan dalam islam
warisan"0121"
Menurut Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Fannani (Jilid 2, 2003: 1112),  maka fara’idh adalah sebgaia berikut:
جَمْعُ فَرِ يْضَةٍ بِمَعْنَى مَفْرُ وْ ضَةٍ. وَالْفَرْ ضُ :اَلتَّقْدِ يْرُ. وَثَرْعا هُنَا. نَصِيْبٌ مُقَدَّ رٌلِلْوَارِث.
“Fara’idh adalah bentuk jamak dari “faridhah”, sedangkan makna yang dimaksut adalah mafrudhah, yaitu pembagian yang telah dipastikan. Al-Fara’idh, menurut istilah bahasa adalah “kepastian” sedangkan menurut istilah syara’ artinya bagian-bagian yang telah dipastikan untuk ahli wari”.
Kata “warits" dari “yaritsu – irtsan – wamiratsan’ sebagai mana terdapat dalam Al-Qur’an surat An-Naml ayat 16:
y^Íurur ß`»yJøŠn=ß yŠ¼ãr#yŠ ( tA$s%ur $ygƒr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# $oYôJÏk=ãæ t,ÏÜZtB ÎŽö©Ü9$# $uZÏ?ré&ur `ÏB Èe@ä. >äóÓx« ( ¨bÎ) #x»yd uqçlm; ã@ôÒxÿø9$# ßûüÎ7ßJø9$# ÇÊÏÈ  
“Dan Sulaiman telah mewarisi Daud, dan Dia berkata: "Hai manusia, Kami telah diberi pengertian tentang suara burung dan Kami diberi segala sesuatu. Sesungguhnya (semua) ini benar-benar suatu kurnia yang nyata".
 Maksudnya Nabi Sulaiman menggantikan kenabian dan kerajaan Nabi Daud a.s. serta mewarisi ilmu pengetahuannya dan kitab Zabur yang diturunkan kepadanya.
Juga diterangkan dalam Al-Qur’an dalam surat Al-Qashash ayat 58:
öNx.ur $uZò6n=÷dr& `ÏB ¥ptƒös% ôNtÏÜt/ $ygtGt±ŠÏètB ( šù=ÏFsù öNßgãYÅ3»|¡tB óOs9 `s3ó¡è@ .`ÏiB óOÏdÏ÷èt/ žwÎ) WxÎ=s% ( $¨Zà2ur ß`øtwU šúüÏOͺuqø9$# ÇÎÑÈ  
“Dan berapa banyaknya (penduduk) negeri yang telah Kami binasakan, yang sudah bersenang-senang dalam kehidupannya; Maka Itulah tempat kediaman mereka yang tiada di diami (lagi) sesudah mereka, kecuali sebahagian kecil. dan Kami adalah Pewaris(nya)
Maksudnya: sesudah mereka hancur tempat itu sudah kosong dan tidak dimakmurkan lagi, hingga Kembalilah ia kepada pemiliknya yang hakiki Yaitu Allah.

2.      Sejarah Kewarisan Sebelum dan Sesudah Islam
Tata aturan pembagian harta pusaka di dalam masyarakat jahiliyah, sebelum Islam datang, didasarkan atas nasab dan kekerabatan, dan itu hanya diberikan kepada keluarga yang laki-laki saja, yaiatu mereka yang lelaki yang sudah dapat memanggul senjata  untuk memeprtahankan kehormatan keluarga, dan melakukan peperangan serta merampas harta peperangan. Orang-orang perempuan dan anak-anak tidak mendapatkan pusaka. Bahkan orang-orang perempuan, yaitu istri ayah atau istri saudara dijadikan harta pusaka.
Dan masih terdapat beberapa riwayat semacam itu. Hal ini menjadi kebiasaan di dalam zaman jahiliyah. Tetapi ketika Islam datang, itu dihapuskan. Kekerabatan lelaki inilah yang menjadi syarat bagi waris-mewarisi di zaman kahiliyah. Termasuk janji atau pengangkatan bersaudara dan juga pengangkatan anak.
Pengangkatan anak berlaku di kalangan jahiliyah dan apabila sudah dewasa si anak angkat mempunyai hak yang sepenuh-penuhnya sebagaimana disyaratkan oleh bapak yang mengangkatnya. Dan karena itu apabila bapak angkat ini meningggal, anak angkat mempunyai hak mewaris sepenuh-penuhnya atas harta benda bapak angkatnya. Demikianlah di awal-awal Islam hal ini masih berlaku.
Ketika nabi Muhammad SAW hijrah, demikian pula para sahabat-sahabatnya, Nabi Muhammad mempersaudarakan antara kaum muhajirun dan kaum Anshor. Dan dikatakan persaudaraan inipun oleh nabi Muhammad SAW dijadikannya sebab unutk pusaka-mempusakai antara mereka.

Tentu saja waris mewarisi dari persaudaraan yang demikian itu hanya apabila lelaki dan tentu saja yang sudah dewasa. Sedang tentang pengangkatan anak, masalah pengangkatan ini dihapus oleh Islam. Artinya, pengangkatan anak itu tidak menyebabakan si anak angkat berkedudukan sebagai anak kandung, ia tetap sebagai orang lain. 

Tagged as:
About the Author

Write admin description here..

0 komentar:

back to top